Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) telah mengajukan gugatan perdata untuk menyita aset kripto senilai lebih dari US$225 juta yang diyakini berasal dari skema penipuan investasi yang dikenal sebagai “pig butchering”. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan intensif terhadap jaringan kriminal global yang telah menipu ratusan warga AS melalui taktik manipulatif berbasis media sosial dan aplikasi kencan.
Dalam pengumuman resmi, DOJ menyatakan bahwa dana tersebut telah berhasil disita oleh United States Secret Service setelah dilacak melalui serangkaian dompet kripto yang digunakan untuk mencuci hasil kejahatan. Penindakan ini digambarkan sebagai salah satu penyitaan kripto terbesar yang pernah dilakukan terkait penipuan berbasis aset digital.
Mengenal Skema “Pig Butchering”
Istilah “pig butchering” mengacu pada praktik penipuan yang secara sistematis membangun kepercayaan korban dalam jangka waktu tertentu sebelum “menyembelih” mereka secara finansial. Dalam skema ini, pelaku berpura-pura menjalin hubungan personal atau profesional dengan korban melalui platform seperti WhatsApp, Telegram, atau aplikasi kencan.
Setelah hubungan terbentuk, korban akan diajak berinvestasi dalam platform yang tampak legal namun sebenarnya palsu. Mereka akan diperlihatkan keuntungan fiktif yang tinggi, mendorong mereka untuk menanamkan dana lebih besar. Ketika jumlah investasi mencapai puncaknya, pelaku menghilang dan seluruh dana korban tidak bisa ditarik kembali.
Penindakan Hukum dan Proses Penyitaan
Gugatan yang diajukan oleh DOJ bersifat sifat perdata terhadap properti, bukan tuntutan pidana terhadap individu tertentu. Hal ini memungkinkan pemerintah AS untuk mengambil tindakan cepat terhadap aset hasil kejahatan meskipun pelaku belum diidentifikasi atau ditahan.
Penjabat Jaksa Wilayah Columbia, Jeanine Pirro, menyatakan bahwa lebih dari 400 korban tercatat dalam penyelidikan ini, dengan total kerugian mencapai ratusan juta dolar. Dana yang disita akan diproses untuk dikembalikan kepada para korban melalui proses hukum yang berlaku.
Pirro menambahkan bahwa keberhasilan penyitaan ini tidak lepas dari kolaborasi erat dengan perusahaan kripto, terutama Tether, penerbit stablecoin USDT. Tether memberikan dukungan penting dalam pelacakan aliran dana di blockchain serta membantu otoritas mengidentifikasi dompet yang digunakan oleh para penipu.
Data Penipuan Aset Digital Meningkat Tajam
Menurut laporan terbaru dari Federal Bureau of Investigation (FBI), kerugian akibat penipuan investasi kripto mencapai lebih dari US$5,8 miliar sepanjang tahun 2024. Jika dikombinasikan dengan skema penipuan aset digital lainnya, warga AS kehilangan lebih dari US$9,3 miliar tahun lalu.
Pada hari yang sama, otoritas penegak hukum di negara bagian New York juga menyita dana senilai US$140.000 dan membekukan aset lebih dari US$300.000 terkait skema penipuan lain yang menggunakan iklan palsu di media sosial. Penipuan tersebut menargetkan lebih dari 300 korban, dengan kerugian total melebihi US$1 juta.
Komitmen DOJ dalam Melindungi Konsumen
Penindakan ini mencerminkan komitmen DOJ dalam menanggapi eskalasi ancaman penipuan digital. Dalam konferensi pers, Pirro menekankan bahwa pemerintah akan terus mengejar individu dan jaringan yang terlibat dalam eksploitasi korban secara online, serta menekankan pentingnya kolaborasi dengan sektor swasta.
Ia juga menyoroti bahwa kebijakan baru seperti GENIUS Act yang baru-baru ini disahkan oleh Senat, memberikan dasar hukum yang lebih kuat bagi regulator untuk menghadapi kejahatan finansial digital lintas batas.
“Kami tidak membiarkan aktor jahat bersembunyi di balik anonimitas blockchain. Mereka yang merugikan masyarakat akan kami kejar, dan aset mereka akan kami sita untuk dikembalikan kepada para korban,” ujar Pirro.
Langkah Pencegahan dan Edukasi Publik
DOJ dan lembaga penegak hukum lainnya juga mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap skema investasi yang menjanjikan keuntungan tidak realistis, serta berhati-hati saat berinteraksi dengan orang asing secara online.
Platform kripto diharapkan memperkuat sistem verifikasi dan mematuhi regulasi Know-Your-Customer (KYC) serta Anti-Money Laundering (AML) untuk mencegah penyalahgunaan oleh jaringan kriminal global.